Mungkin Karena Dia Perempuan



Gue bingung belakangan ini rame masalah Bu Susi yang menteri tapi asyik merokok dan bertato. Kebingungan gue ini lebih karena, “Kok gituan diributin?”

gambar minjem sama liputan6.com

Well, ini menarik, memang. Karena bertahun-tahun kita disajikan sosok public figure perempuan yang tanpa cacat, ya. Apalagi mereka yang berkaitan dengan pemerintahan. Coba bayangin waktu zaman Pak Harto, ada nggak yang berani gosipin anak-anaknya? Atau kerabatnya?  Atau bahkan, kenalannya?

Secara diam-diam kita mendengar si Ibu yang itu katanya demen sesama jenis, si ibunya konon meninggal karena ketembak, si anaknya yang onoh demen perempuan, dan seterusnya. Nggak ada yang ke permukaan. 
Kok tau-tau sekarang disajikan menteri yang tatoan, merokok, nggak lulus sekolah, perempuan pulak!


Padahal bukan nggak mungkin tindak tanduk ‘negatif’ atau yang tak sesuai dengan norma dilakukan oleh public figure di depan wartawan. Tapi nggak dibahas, ya mungkin ada pesan sponsor, “Jangan difoto pas langi merokok ya”, atau as simple as “Fotonya dari sebelah kiri ya,karena pipi kananku ada codetnya”. Jadi yang keliatan di umum yang bagus-bagusnya aja.

Waktu zaman sering ketemu narasumber buat syuting atau wawancara, sering banget gue dapet pesan sponsor demikian. Misalnya ada si artis A tau-tau dianter sama artis B ke lokasi syuting dan mesra-mesraan padahal sesama jenis. Ya udah, merem aja. Bukan urusan gue. Urusan gue, dia datang ke lokasi, mau ngikutin script yang disiapkan, nggak neneng, kelar. Masalah dia dateng sama sapa, pulang dari situ ke mana, ya sebodo.

Atau ada yang maunya on cam pas mukanya dah kinclong, make up sampe 6 jam, ya nggak masalah juga. Yang penting diminta on cam jam 1, ya ada orangnya. Tinggal mereka sendiri yang hitung mundur, berarti kudu mulai makeup dari jam berapa.

Tumbuh di lingkungan kerja yang begini, bikin gue jadi tipe orang yang “Lo mau ngapain kek, yang penting kerjaan lo beres”.

Ditambah lagi gue juga sering kerja di dunia yang heterogen. Tatoan, piercing, merokok, minum minuman keras dan kawan-kawannya, ada banyak di sekeliling gue. Apa gue ikutan? Alhamdulillah, bisa membatasi diri *ntar kapan-kapan cerita tentang peran  nyokap bokap yang pada akhirnya bikin anak-anaknya bisa membatasi diri sendiri*.

Eh ngelantur.

Dari kecil juga gue udah biasa lihat perempuan merokok (wong eike juga dulu perokok banyak, haha). Nyokap gue perokok. Apa itu bikin dia jadi ibu yang buruk di mata gue? Nggak. Sama sekali nggak. Dan sama sekali nggak ada hubungannya antara rokok dengan peran nyokap sebagai ibu.
“Tapi kan merokok itu berarti nggak sayang sama badan lo sendiri, belum lagi efek ke sekitar”.

Yap, itu benar sekali. Tapi secara sekilas, merokok nggak menjadikan nyokap (atau tante gue  atau teman-teman perempuan perokok yang lain) nggak melakukan perannya sebagai ibu. Tetap masak, tetap nganter sekolah, tetap ngajarin belajar, tetap ngajak main, tetap repot kalau anaknya ulangtahun, tetap gelisah kalau pulang kemalaman, tetap mandiin anaknya. Whats the different? *jangan jawab masalah kesehatan, ini semua orang udah tau*

Dengan pemahaman seperti di atas, tentunya gue berharap orang lain menilai hal yang sama ke diri gue sendiri atau ke perempuan lain.

Untuk perkara Ibu Susi, gue mungkin lebih marah karena orang-orang menyorot gender-nya. Ada kok di salah satu berita, 2 orang menteri ditegur sama Paspampres karena merokok di lingkungan istana. Tapi adem-adem aja tuh, nggak jadi sorotan. Kenapa Bu Susi yang jadi sorotan?

Ah, mungkin karena dia perempuan.

Perempuan sama laki-laki itu emang nggak sama, tapi setara (harusnya)
Tau nggak Bu Susi ngomong apa  tentang dia mengubah jam kerja PNS di bawahnya dari jam 7 sampai jam 3 sore? "Mereka bisa pulang lebih cepat, ketemu keluarga".

Nah, ini harusnya yang jadi pemikiran semua pemikiran orang (mau laki atau perempuan), tim/ anak buah/ karyawan  mereka harus pulang secepat mungkin untuk bertemu keluarga (yang penting kerjaan beres). Berapa pemimpin sih, yang mikirnya begini?

Anyway gue nggak terlalu ngefans sama Ibu Susi. Terinspirasi sama dia, iya. Keren bok, dari pengepul ikan sekarang jadi menteri. Kerja keras macam apa yang dia jalani berpuluh-puluh tahun ini. Ada seorang teman yang ngomong tentang dia sesungguhnya (yang nggak mau gue ceritain di sini), hal itu nggak mau gue jadiin patokan untuk kerja dia ke depannya. Gue masih percaya, bahwa dari 10 orang yang kita kenal/ kenal sama seseorang, nggak akan semuanya mengatakan hal yang positif, kan?

Kecuali kalo yang diomongin itu Mbak Astri Nugraha...

*piss Mbak*

nenglita

Aquarian, Realistic Mom, Random, Quick Thinker, a Shoulder to Cry On, Independent, Certified Ojek Consumer, Forever Skincare Newbie.

15 comments:

  1. kalo menurut saya pribadi sih mbak, yang menjadi negatif adalah karena dia merokok di tempat umum padahal kan kita lagi menggadang2kan hanya boleh merokok di smoking room supaya tidak mengganggu orang lain... itu aja sih.
    other than that... she's truly hidden gem! sifat dermawan dan pekerja kerasnya bikin geleng2 kepala! dan diam2 berharap peraturan working hours 7-15.30 berlaku jg dikantor saya ;p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ya, bener juga. Tapi ada 2 menteri laki lho yg merokok di daerah yg sama. Ga dibahaaaaas.. KZL :))

      Delete
  2. mbak liit...duh kalo ya bisa ngobrol sama temen semudah nulis seperti is postingan mbak lit ini...
    kalo di kantor aku ngobrolin ini nih (anyway, aku pendukung bu susi), ditanggepinnya malah: "udah tatoan, ngerokok, hah suka gapake bra? orang muslim macam apa".
    duuuh, malah sara...

    di luar semua pendapat orang, memang sih cm ngerokok di depan wartawan itu yg gak baik, IMHO yaa. udah itu aja, yg lain mah aku pengen liat aja kedepannya. sempet liat liputan style-nya dia pas 'sidak', kok oke punya sih. mudah2an bs nenggelemin isu-isu yg beredar.
    masalah jam kerja itu, ih irii akuuu... jd makin salut sama dia..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaaa banyak jdi yang ke mana-mana deh, harusnya yang dibahas kan kerjanya aja..

      Delete
  3. aku dukung banget tuh jam kerja seperti itu :) bisa kumpul sama keluarga

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jam pulangnya enak, berangkatnya PR buat ibu2 kerja ga bisa anter anak sekolah. Hehe..

      Delete
  4. Awalnya saya mikir ibu susi perlu tone it down a bit Mba meskipun personally i have no problem at all tentang profilnya si ibu. Tapi habis baca postingan ini saya lebih setuju sama orang yang menjunjung tinggi kejujuran. Program jam kerjanya bagus banget mba.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ibu Susi harus tone down, aku setuju kok. Biar gimana, mau disebut jaim atau pencitraan, pd akhirnya emang dibutuhkan. Asal media jangan blow up terus sih ya..

      Delete
  5. Ah setuju banget! Jadi kemanamana bahasannya, ya Mbak. Pada akhinya "mungkin karena dia perempuan".

    Dan semoga kementrianku juga masuk jam 7 pulang jam 3. Ah, indahnyaaaa.. hihihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiiiin.. semoga kementrianku juga *lah* hahhaha...

      Delete
  6. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  7. Mendingan kita liat dulu kerjanya kayak apa baru komentar. Lhah ini blm apa2 udah dikatain yg jelek-jelek. Kalo aku sih emang udah jenuuuuh bgt liat pejabat2 yg 'penampilannya normal' tapi hasil kerjanya mana, tauk dah. Btw mohon ijin mba, blognya mba aku masukin di blog list aku ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Silakan, makasih sudah mampir dan maaf baru dibalas komennya :)

      Delete
  8. Tante ketje banget sih. I stumbled upon your blog karena lagi cari review soal SK-II, trus jadi strolling around postingan lainnya. Bookmark, done!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aaaw, makasiiiiih... Toss dulu ah, pecinta SK-II :D

      Delete